Jakarta - Peringatan dari Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengenai potensi gempa megatrust di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, telah memicu diskusi luas di kalangan masyarakat. Dalam konteks ini, Amien Widodo, seorang pengajar di Departemen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), memberikan pandangannya mengenai langkah-langkah mitigasi yang perlu diambil.
Amien menjelaskan bahwa gempa megatrust adalah jenis gempa yang terjadi akibat tumbukan lempeng dengan kedalaman antara 0 hingga 70 kilometer. "Gempa ini terjadi karena adanya hambatan antar bidang lempeng," jelasnya. Indonesia, yang terletak di antara tiga lempeng besar—Eurasia, Pasifik, dan Samudra Hindia—rentan terhadap aktivitas seismik ini.
Untuk mengurangi dampak dari potensi gempa megatrust, Amien mengingatkan pentingnya mematuhi standar bangunan saat mendirikan rumah, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah pesisir. "Dengan menerapkan standar bangunan yang baik, kita dapat mencegah potensi terjadinya gempa besar yang dapat memicu tsunami," tambahnya.
Pergerakan lempeng tektonik yang terus berlangsung, dengan kecepatan antara dua hingga sepuluh sentimeter per tahun, dapat menyebabkan akumulasi energi yang memicu gempa. Wilayah-wilayah yang berpotensi terkena dampak termasuk pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, dan pantai utara Papua. Meskipun demikian, Amien menekankan bahwa tidak semua aktivitas gempa di zona megatrust berkekuatan besar, dan masyarakat tidak perlu panik.
Dengan memahami potensi gempa megatrust dan menerapkan langkah-langkah mitigasi yang tepat, kita dapat meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana alam. Mari kita bersama-sama menjaga keselamatan dan meminimalisir risiko yang ada.