Takdir merupakan rukun iman yang ke-6 dan kita umat Islam harus meyakininya tanpa ada keraguan. Akan tetapi kebanyakan orang salah mengartikan Takdir. Sementara, takdir sendiri dibagi menjadi dua yaitu takdir muallaq dan takdir mubram.
Mereka menganggap apa yang terjadi dengan manusia itu sudah ditakdirkan dan manusia hanya bisa pasrah tanpa adanya usaha.
Ada yang mengartikan juga bahwa setiap manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya karena setiap manusia akan bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya.
Dari kedua pernyataan tersebut ini merupakan kesalahan dalam mengartikan Takdir. Yang jelas, Rasul dan para sahabatnya meyakini dengan sepenuhnya akan ada Takdir yang meliputi semua makhluk bukan hanya manusia.
Tetapi tidak menghalangi mereka untuk terus berusaha semaksimal mungkin, kalaupun tidak sejalan dengan harapan tidak melampiaskan semua kesalahan kepada Allah swt.
Takdir berasal dari akar kata qadara yang berarti memberi kadar, mengukur atau ukuran. Yang mana Allah telah menetapkan kadar, ukuran atau batas tertentu pada diri, sifat dan kemampuan makhluk-Nya.
Pengertian Takdir Mubram
Takdir mubram merupakan takdir yang pasti dan tidak dapat diubah oleh usaha manusia, seperti contoh berikut ini.
a. tidak bisa memilih terlahir sebagai laki-laki atau perempuan;
b. tidak bisa memilih siapa ayah dan ibu yang melahirkan kita; dan
c. kematian seseorang yang tidak dapat dimundurkan atau dimajukan walau hanya satu detik.
Hal ini juga telah disebutkan dalam Al-Quran pada surah Al-A’raf ayat 34, yang berarti:
“Dan tiap-tiap umat memiliki. Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya.” (QS.Al-A’raf: 34).
Konsep Takdir
Takdir adalah suatu yang sangat ghoib, sehingga kita tak mampu mengetahui takdir kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanya berusaha, dan berusahapun telah Allah jadikan sebagai kewajiban.
“Tugas kita hanyalah senantiasa berusaha, biar hasil Allah yang menentukan”, itulah kalimat yang sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita, yang menegaskan pentingnya mengusahakan qadha untuk selanjutnya menemui qadarnya.
Takdir itu memiliki empat tingkatan yang semuanya wajib diimani, yaitu :
1. Al-`Ilmu, bahwa seseorang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Karena segala sesuatu diketahui oleh Allah, baik yang detail maupun jelas atas setiap gerak-gerik makhluknya.
2. Al-Kitabah, Bahwa Allah mencatat semua itu dalam lauhil mahfuz, sebagaimana firman-Nya :
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab. Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj:70)
3. Al-Masyiah (kehendak), Kehendak Allah ini bersifat umum. Bahwa tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat/masyiah (kehendak /keinginan) Allah SWT.
Maka tidak ada dalam kekuasaan-Nya yang tidak diinginkan-Nya selamanya. Baik yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh Zat Allah atau yang dilakukan oleh makhluq-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya :
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia” (QS. Yasin:82)
4. Al-Khalqu, Bahwa tidak sesuatu pun di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai penciptanya, pemiliknya, pengaturnya dan menguasainya, dalam firman-Nya dijelaskan :
“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab dengan kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya.” (QS. AzZumar:2).
Takdir yang Tertulis di Lauh Mahfudh Hanya Bisa Berubah Lantaran Dua Sebab, Yaitu:
1. Do’a Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak ada yang bisa menolak takdir selain do’a, dan tidak ada yang bisa memperpanjang umur kecuali berbuat kebaikan”.(HR. Tirmidzi)
Sehingga dengan berdo’a kepada Allah, Insya Allah takdir bisa berubah. Misalnya, jika kita berbuat kebaikan, umur akan dipanjangkan.
2. Berbuat kebaikan Salah satu bentuk perbuatan baik ialah silaturahmi. Dengan itu pun bisa merubah takdir. Berbuat kebaikan tidak hanya dengan silaturahmi, tetapi ada banyak perbuatan baik yang dapat kita lakukan.
Contohnya: berbakti kepada kedua orang tua, menghargai dan menghormati orang lain, menyantuni anak yatim, dll.
Hikmah Beriman Kepada Takdir
Setelah memahami makna iman kepada qadadan kadar, kita dapat mengambil beberapa hikmah sebagai berikut.
1. Tetap dan terus-menerus meningkatkan semangat dalam berusaha untuk menyongsong takdir Allah Swt.
2. Harus bersikap rendah hati karena kebaikan yang ada pada diri manusia sesungguhnya adalah ketetapan Allah Swt.
3. Memberikan pelajaran kepada manusia bahwa alam semesta berjalan atas kehendak Allah. seperti bumi berputar pada porosnya, terbitnya matahari di ufuk timur, dan munculnya bintang pada malam hari.
4. Mengajarkan manusia untuk menanamkan rasa syukur, sabar, dan tawakal atas kehendak dan takdir Allah.