Pada awal diturunkannya Islam, segala bentuk peribadatan sudah diatur dan ditata bentuk aplikasinya baik dalam Al-Qur’an maupun Sunah Rasulullah saw., yang tentunya disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat saat itu.
Seluruh pengejewantahan aplikasi syari’at pada zaman Nabi Muhammad saw. Praktis tidak terdapat perbedaan. Hal ini karena Nabi Muhammad saw menjadi rujukan dalam segala permasalahan. Ketika muncul suatu persoalan, secara otomatis langsung dimintakan penjelasannya kepada Rasulullah saw.
Syari’at yang berarti jalan dan sesuatu yang telah diatur oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya dengan menunjuk pada suatu hukum yang beragam, dianggap sebagai tolak ukur aturan dan sistem kehidupan dalam Islam.
Pengertian Ijtihad
Menurut bahasa, ijtihad berarti "pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit." Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata "ijtihad" dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan.
Pengertian ijtihad menurut istilah hukum Islam ialah mencurahkan tenaga (memeras pikiran) untuk menemukan hukum agama (syara’) melalui salah satu dalil syara’, dan tanpa cara-cara tertentu.
Usaha tersebut merupakan pemikiran dengan kemampuan sendiri semata-mata. Muhammad Ibn Husayn mengatakan bahwa ijtihad adalah mengerahkan semua pemikiran dalam mengkaji dalil shar’iyyah untuk menentukan beberapa hukum syari’at.
Syarat-syarat Ijtihad
Dibukanya pintu ijtihad dalam hukum Islam tidak berarti bahwa setiap orang dapat melakukan ijtihad. Hanya orang-orang memiliki syarat tertentulah yang mampu berijtihad. Syarat-syarat tersebut ialah berikut ini:
a. Mengetahui bahasa arab dengan segala segi, sehingga memungkinkan dia menguasai pengertian susunan kata-katanya.
Hal ini karena objek pertama bagi orang yang berijtihad ialah pemahaman terhadap nas-nas Al-Qur’an dan Hadis yang berbahasa Arab. Sehingga ia dapat menetapkan aturan-aturan bahasa dalam pengambilan hukum darinya.
b. Mengetahui Al-Qur’an, dalam hal ini adalah hukum-hukum yang dibawa oleh Al-Qur’an beserta ayat-ayatnya dan mengetahui cara pengambilan hukum dari ayat tersebut.
Sehingga apabila terjadi suatu peristiwa ia dapat menunjuk ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis yang berbahasa syarat itu pun sangat diperlukan untuk mengetahui sebab-sebab turunnya suatu ayat serta riwayat-riwayat yang berhubungan dengan permintaan.
c. Mengetahui Hadis-Hadis Nabi saw, yaitu yang berhubungan dengan hukum-hukum syariah sehingga ia dapat mendatangkan Hadis-Hadis yang diperlukan dengan mengetahui keadaan sanadnya.
d. Mengetahui segi-segi pemakaian qiyas, seperti illat dan hikmah penetapan hukum, serta mengetahui fakta-fakta yang ada nas-nya dan yang tidak ada nas}nya.
Selain itu harus mengetahui orang dan jalan-jalan yang dapat banyak mendapatkan kebaikan atau keburukannya.
e. Mampu menghadapi nas-nas yang berlawanan, kadang kadang dalam suatu persoalan terdapat beberapa ketentuan yang berlawanan. Nas-nas yang berlawanan tersebut ada kalanya dapat diketahui sejarah dikeluarkannya dan adakalanya tidak diketahui.
Kalau dapat diketahui, nas yang datang belakangan membatalkan nas} yang dikeluarkan terdahulu.
Hukum Ijtihad
Jumhur ulama sepakat bahwa apabila dalam nas tidak dijumpai hukum yang akan diterapkan pada suatu kasus, maka seorang mujtahid boleh melakukan ijtihad sesuai dengan metode yang telah disepakati bersama.
Mayoritas Ulama fiqih dan usul , diperkuat oleh at-Taftazani dan ar-Ruhawi mengatakan, “ijtihad tidak boleh dalam masalah qat’iyyat dan masalah akidah”. Minoritas Ulama (al Ibnu Taimiyah dan Al-Hummam) membolehkan adanya ijtihad dalam akidah.
Hukum melakukan ijtihad bagi orang yang telah memenuhi syarat dan kriteria ijtihad:
a. Fardu ‘ain untuk melakukan ijtihad untuk kasus dirinya sendiri dan ia harus mengamalkan hasil ijtihadnya sendiri.
b. Fardu ‘ain juga untuk menjawab permasalahan yang belum ada hukumnya. Dan bila tidak dijawab dikhawatirkan akan terjadi kesalahan dalam melaksanakan hukum tersebut, dan habis waktunya dalam mengetahui kejadian tersebut.
c. Fardu kifayah jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis waktunya, atau ada lagi mujtahid yang lain yang telah memenuhi syarat.
d. Dihukumi sunnah, jika berijtihad terhadap permasalahan yang baru, baik ditanya ataupun tidak.
e. Hukumnya h}aram terhadap ijtihad yang telah ditetapkan secara qat’i karena bertentangan dengan syara’.
Macam-Macam Ijtihad
Ditinjau dari jenis mujtahid dapat di bagi dalam:
a. Mujtahid Mutlaq: (mujtahid fi syari’) orang-orang yang melakukan ijtihad langsung secara keseluruhan dari al-Qur’an dan hadist, serta seringkali mendirikan mazhab sendiri seperti halnya dengan para sahabat dan para imam mazhab.
b. Mujtahid Mazhab: (mujtahid fi mazhab atau fatwa Mujtahid), yakni orang yang mengikuti salah satu pendapat mazhab dan meskipun dalam beberapa hasil ijtihad berbeda dengan imam atau guru.
c. Mujtahid fi Masa’il: yaitu mujtahid hanya berijtihad pada beberapa masalah saja, dan tidak bergantung pada mazhab tertentu. Misal A. Hasan berijtihad tentang hukum kewarisan dan lain-lain, Prof. Dr. Rasyidi berijtihad tentang filsafat Islam.
d. Mujtahid Mugaiyyad: yaitu orang-orang berijtihad dengan mengikatkan diri pada ulama salaf tertentu serta dengan kesanggupannya untuk menilai pendapat lebih utama di antara pendapat berbeda yang ditemukan serta mampu menetapkan riwayat yang lebih kuat. Misal Nasaruddin al-Bani.
Rukun Ijtihad
Adapun rukun ijtihad adalah:
• Al-Waqi’ yaitu adanya kasus yang terjadi atau diduga akan terjadi tidak diterangkan oleh nash,
• Mujtahid ialah orang yang melakukan ijtihad dan mempunyai kemampuan untuk ber-ijtihad dengan syarat-syarat tertentu,
• Mujtahid fill ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (taklifi), dan
• Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fill.
Fungsi Ijtihad
Fungsi ijtihad sendiri di antaranya adalah:
• Fungsi ijtihad al-ihya (kehidupan): menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan Islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.
• Fungsi ijtihad al-inabah (pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran Islam yang telah di-ijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks zaman dan kondisi yang dihadapi.
• Fungsi ijtihad al-ruju’ (kembali):mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada al-Qur’an dan sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.