Jelaskan Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, Berikut Syarat, Faktor Pendorong, Tantangan, Makna, dan Implikasinya

"Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, Bagaimana Penjelasannya? ini Dia!"

Pancasila sebagai ideologi terbuka berarti pancasila dapat menerima dan mengembangkan pemikiran baru dari luar dapat berinteraksi dengan perkembangan / perubahan zaman dan lingkungannya.

Pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat demokratis dalam arti membuka diri masuknya budaya luar dan dapat menampung pengaruh nilai-nilai dari luar yang akan diinkorporasi, untuk memperkaya aneka bentuk dan ragam kehidupan bermasyarakat Indonesia juga memuat dimensi-dimensi secara menyeluruh.

Pancasila sebagai ideologi, tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformasi, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis antisipasif senantiasa mampu menyesuaikan perkembangan zaman.

Ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat, keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya.

Namun mengeksplisikan wawasan secara konkrit sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-masalah aktual masyarakat.

Pancasila sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka memiliki dimensi yaitu dimensi idialis, dimensi normatif dan dimensi realistis.

Faktor Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Murdiono (1990) mengemukakan beberapa faktor mengenai Pancasila sebagai ideologi terbuka yaitu:

(1) Proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat berkembang dengan amat cepat.
(2) Kenyataan bangkrutnya ideologiter seperti marxisme komunisme.
(3) Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau sewaktu pengaruh komunisme sangat besar.
(4) Pancasila sebagai asas dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Syarat Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Kaelan (2013) memukakan suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita, pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik juga harus memiliki norma yang jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praktis yang merupakan suatu pengalaman nyata.

Oleh karena itu, Pancasila sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka memiliki tiga dimensi yaitu :

(1) Dimensi Idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.

(2) Dimensi Normatif, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma kenegaraan.

Dalam pengartian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertib hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta merupakan Staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental).

(3) Dimensi Relistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Oleh karena itu Pancasila selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kongkrit) baik dalam kehidupan seharihari maupun dalam penyelenggaraan negara.

Dengan demikian Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat ‘utopis’ yang hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang, melainkan suatu ideologi yang bersift ‘realistis’ artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata.

Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila

Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai berikut :

1. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang berkembang secara cepat.

2. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku dikarenakan cenderung meredupkan perkembangan dirinya.

3. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau.

4. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka mencapai tujuan nasional.

Tantangan Terhadap Pancasila Sebagai ldeologi Terbuka

Unsur-unsur yang memengaruhi tantangan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara meliputi faktor eksternal dan internal. Adapun faktor eksternal meliputi hal-hal berikut:

1. Pertarungan ideologi antara negara-negara super power antara Amerika Serikat dan Uni Soviet antara 1945 sampai 1990 yang berakhir dengan bubarnya negara Soviet sehingga Amerika menjadi satu-satunya negara super power.

2. Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya berbagai ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena keterbukaan informasi.

3. Meningkatnya kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan penduduk dan kemajuan ideologi sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam secara matif.

Dampak konkritnya adalah kerusakan lingkungan, seperti banjir, kebakaran hutan. Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai sehingga ideologi Pancasila sering terabaikan.

2. Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap rezim yang berkuasa sehingga kepercayaan terhadap ideologi menurut drastis.

Makna Pancasila sebagai Ideologi Terbuka

Pancasila sebagai ideologi terbuka senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan aspirasi, pemikiran, dan akselerasi dari masyarakat.

Tujuannya adalah mewujudkan cita-cita untuk hidup berbangsa dalam mencapai harkat dan martabat kemanusiaan.

Nilai-nilai dasar Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman. Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung nilai-nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.

Implikasi Penerimaan Pancasila sebagai Indeologi Terbuka

Masyarakat kita dewasa ini telah menerima pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka. Proses penerimaan ini tidaklah mudah. 

Seperti juga halnya dengan setiap gagasan baru, masyarakat kita mula-mula menanggapinya dengan hati-hati. Ada kekhawatiran dalam keterbukaan itu berarti diterimanya seluruh nilai apapun, termasuk yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar Pancasila itu. 

Setelah ternyata bukanlah demikian halnya, maka secara de facto kita mulai mempergunakan konsep Pancasila ini sebagai acuan, antara lain sebagai landasan konseptual untuk kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. 

Adalah jelas bahwa deregulasi dan debirokratisasi bukanlah merupakan liberalisasi, yang mengandung konotasi dianutnya faham liberalisme. 

Deregulasi dan debirokratisasi adaah penyesuai nilai instrumental Pancasila dalam bidang ekonomi, sambil tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dasarnya yang bersifat kekeluargaan. 

Sudah barang tentu akan ada kemiripan dalam beberapa aspek tertentu, seperti juga akan ada perbedaan dalam hal-hal yang penting.


Baca Berita yang lain di Google News



Our Network