Tiga Permasalahan Utama Pendidikan di Indonesia Yang Jarang Diketahui

"Permasalahan Utama Pendidikan di Indonesia"

Pandemi corona Covid-19 memberikan pengaruh besar pada sistem pendidikan di Indonesia. Pemerintah telah menghimbau seluruh sekolah di Indonesia diliburkan sementara. Proses pembelajaran dilakukan secara daring atau online di rumah. Kebijakan ini bertujuan untuk memutus rantai penyebaran corona Covid-19.

Selain belajar dari rumah, pandemik corona Covid-19 juga memaksa UNBK 2020 ditiadakan.

Pada 23 Maret yang lalu pemerintah telah memutuskan untuk meniadakan Ujian Nasional 2020. Ini juga menjadi momentum untuk merumuskan ulang sistem evaluasi standar dasar pendidikan dan menengah secara Nasional.

Sebelum pandemi corona Covid-19, pemerintah telah sepakat untuk menghapus Ujian Nasional (UN) mulai 2021.

Apakah dalam pengendalian mutu pendidikan secara Nasional hanya menggunakan UN atau juga bisa menggunakan standar internasional seperti Program for International Student Assessment (PISA)?.

Indonesia telah mengikuti survei PISA selama tujuh putaran sejak tahun 2000 hingga 20018. Survei PISA menunjukkan bahwa sistem pendidikan Indonesia telah berubah jadi inklusif, terbuka dan lebih luas aksesnya selama 18 tahun terkahir.

“Namun laporan yang saya terima skor rata-rata PISA 2018 menurun di tiga bidang kompetensi. Yang paling menurun dibidang membaca. Kemampuan membaca siswa Indonesia dengan skor 371 berada di posisi 34, kemampuan matematika skor 379 berada di posisi 73 dan kemampuan sains dengan skor 396 berada di posisi 71. Berdasarkan temuan survei PISA, kita juga menemukan masalah utama yang harus diatasi.”

Presiden Joko Widodo menyampailkan tiga permasalahan utama pendidikan di Indonesia.

1. Jumlah siswa berprestasi rendah di Indonesia cukup tinggi. “Besarnya persentase siswa berprestasi rendah meskipun kita tahu Indonesia berhasil meningkatkan akses anak usia 15 tahun terhadap sistem sekolah. Masih diperlukan upaya lebih besar agar target siswa berprestasi juga ditekan hingga berada di kisaran 15-20 persen pada 2030,” ujar dia.

2. Tingginya persentase siswa mengulang kelas, yaitu 16 persen. Angka ini 5 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata di negara-negara OECD,” ujar Jokowi.

3. Tingginya ketidakhadiran siswa di kelas. Mengacu survei PISA, diperlukan langkah-langkah perbaikan menyeluruh, baik aspek peraturan, regulasi, masalah anggaran, infrastruktur, masalah manajemen sekolah, masalah kualitas guru dan beban administratif guru. Ini berkali-kali yang saya tekankan, mengenai beban administratif guru. Guru tidak fokus pada kegiatan belajar-mengajar, tapi lebih banyak dipakai untuk hal-hal yang berkaitan dengan administrasi. Ini tolong digarisbawahi,” ujar Jokowi.

Permasalahan di atas disampaikan dalam rapat terbatas tentang Strategi Peningkatan Peringkat Indonesia dalam PISA yang disiarkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (3/4/2020).


Baca Berita yang lain di Google News



Our Network